Kantor berita BBC pernah merilis sebuah penelitian yang dilakukan oleh sebuah lembaga survei di AS. Dalam survei itu terungkap bahwa orang Indonesia adalah pengguna ponsel pintar atau smartphone nomor 1 di dunia. Tak tanggung-tanggung dengan waktu pemakaian rata-rata 181 menit per hari.
Survei yang dilakukan oleh Milward Brown itu juga mengungkapkan bahwa tingginya penggunaan ponsel pintar di Indonesia mengalahkan Cina yang berada di posisi ketiga, diikuti Brasil dan Vietnam yang berada di urutan keempat dan kelima. Sementara posisi kedua ditempati Filipina dengan 174 menit per hari.
Data lainnya menyebutkan bahwa selama tahun lalu, penjualan smartphone di Indonesia tumbuh 12% dan penjualan tablet tumbuh 18% dibanding tahun sebelumnya. Untuk kawasan Asia Tenggara, penjualan smartphone di Indonesia menjadi yang terbesar dengan porsi mencapai 30%.
Sejak akhir tahun 2013, pengguna ponsel di Indonesia telah melampaui jumlah penduduknya. Dari data US Cencus Bureau, waktu itu jumlah pengguna ponsel di Indonesia sudah mencapai sekitar 280 juta, padahal Indonesia hanya memiliki sekitar 250 juta penduduk.
Sayangnya, tingginya tingkat penggunaan ponsel pintar ini tidak merata terjadi di beberapa wilayah Indonesia. Di wilayah Sumatra misalnya, menurut data operator seluler penggunaan smartphone di kalangan masyarakatnya hanya mencapai 23% saja.
Sementara di wilayah Papua, Maluku, Sulawesi, Kalimantan, tingkat penetrasi ponsel pintar juga hanya mencapai 26%. Di wilayah Jawa Tengah tingkat penetrasinya mencapai 40%. Sedangkan penetrasi ponsel pintar tertinggi terjadi di Jabodetabek dan Jawa Barat yang mencapai 50%.
Rendahnya tingkat penetrasi ponsel pintar ini tentu saja menjadi peluang sekaligus tantangan bagi operator seluler di Indonesia. Tingginya penetrasi ponsel pintar akan mampu meningkatkan pendapatan data operator seluler.
Pendapatan Data Terus Meningkat
XL, merupakan operator seluler terbesar kedua di Indonesia telah mencatat pendapatan kotor sebesar Rp. 23,6 triliun selama tahun 2014 atau naik 10% dari tahun sebelumnya. Kenaikan ini terutama disumbang dari pendapatan layanan data dan VAS, yang masing-masing tumbuh sebesar 42% dan 50% dibandingkan tahun sebelumnya.Layanan data memberikan kontribusi sebesar 29% terhadap total pendapatan, di mana persentase tersebut naik jika dibandingkan pada tahun sebelumnya yang hanya sebesar 23%. Angka ini berbeda jauh dengan pendapatan dari layanan percakapan dan SMS yang meningkat hanya 3% saja.
Ada prediksi bahwa pasar feature phone akan sulit dihilangkan, juga bisa dijadikan gambaran bahwa feature phone akan tetap ada, hanya definisinya saja yang akan berbeda.
Semakin menggiurkannya pendapatan dari layanan data ini juga membuat Telkomsel yang menyandang sebagai operator seluler terbesar di Indonesia bakal mengambil ancang-ancang sejak jauh-jauh hari mencanangkan backbone untuk mengisi pundi-pundinya.
Telkomsel memproyeksikan kontribusi pendapatan layanan data pada tahun 2015 bakal mencapai 33%, dibanding tahun sebelumnya hanya sekitar 25%. Sayangnya, penggunaan gadget yang mendukung 3G masih tidak merata. Bahkan, di beberapa daerah masih banyak masyarakat yang betah berada dalam jaringan 2G.
Bakal Sulit Menggeser Feature Phone
Data Kementerian Komunikasi dan Informatika menyebutkan bahwa sekitar 70% pengguna seluler di Indonesia masih mengandalkan koneksi 2G. Hanya 25% saja yang sudah beralih ke 3G, sementara sisanya sudah mulai menjajal 4G.Harus diakui bahwa feature phone hingga saat ini masih banyak diminati masyarakat. Menurut data, pengguna feature phone adalah mereka yang termasuk dalam kategori pengguna pemula, lansia, wanita, masyarakat berpenghasilan rendah dan mereka yang hanya membutuhkan perangkat komunikasi dasar seperti untuk keperluan bertelepon dan menginginkan ponsel dengan baterai yang lebih tahan lama ketimbang smartphone.
Di AS, separuh pelanggan selulernya masih menggunakan feature phone, yang mana masih mendapat tempat terpenting sebagai alat komunikasi seperti menelepon dan SMS. Sementara smartphone ini lebih banyak digunakan untuk browsing, bermain game, media sosial, dan berkirim email.
Inilah kesulitannya ketika operator seluler di Indonesia lebih memilih memancing pengguna feature phone untuk meninggalkan perilaku komunikasinya dan beralih ke ponsel pintar. Apalagi belakangan ini, para pabrikan ponsel juga kembali bergairah menggarap pasar feature phone. Lihat saja Nokia, LG dan Samsung, yang kembali menyemarakkan jajaran ponsel terbarunya dengan ponsel-ponsel sederhana dan nyaman digenggam itu.
Upaya menggeser feature phone juga bisa semakin sulit mengingat aplikasi media sosial populer seperti Facebook dan Twitter sudah menyiapkan langkah-langkah untuk menambah jumlah penggunanya yang masih menggunakan feature phone.
Twitter tengah mengembangkan fitur khusus untuk negara-negara berkembang, seperti halnya di Indonesia. Tak lama lagi, Twiiter bakal dapat diakses dari feature phone tanpa akses internet sekalipun di Indonesia. Hal ini dimungkinkan berkat aplikasi ZipDial yang memungkinkan pengguna feature phone mem-follow akun-akun Twitter tanpa memerlukan koneksi internet.
Lain Twitter, lain pula dengan Facebook. Kabarnya, Facebook bakal menghadirkan Facebook Creative Accelerator, yang merupakan sebuah program baru yang membantu mendesain iklan mobile yang ditujukan untuk pasar negara-negara berkembang. Program ini akan membantu menentukan strategi pemasaran yang paling cocok bagi sebuah produk dengan melihat perangkat yang digunakan, budaya, bahasa, geografis, dan lain-lain.
Hanya Berubah Definisi
Meskipun tengah menyongsong 4G LTE, namun kenyataannya bahwa sebagian besar pelanggan seluler di Indonesia masih betah 'bercokol' di jaringan 2G. Tak kurang dari 180 juta orang Indonesia masih mengandalkan komunikasi kepada feature phone.Langkah Twitter yang teguh merambah pasar feature phone dengan aplikasi ZipDial, yang memungkinkan pengguna feature phone mem-follow akun-akun Twitter tanpa memerlukan koneksi internet.
Dan Facebook dengan programnya Facebook Creative Accelerator, bisa menjadi gambaran bahwa pengguna feature phone masih tetap tumbuh dalam beberapa tahun ke depan dengan potensi pendapatan yang masih memiliki peluang besar.
Ketimbang "memberantas" feature phone hanya dengan mengiming-imingi dengan harga murah, ada baiknya operator dan vendor menciptakan konektivitas yang lebih besar lagi begi pengguna feature phone berdasarkan kebutuhan yang sesuai dengan profil pengguna ponsel sederhana ini.
Adanya prediksi bahwa pasar feature phone akan sulit dihilangkan, juga bisa dijadikan gambaran bahwa feature phone akan tetap ada, hanya definisinya saja yang akan berbeda.
Tengoklah beberapa festure phone yang dilepas Nokia dan beberapa produsen lain ke pasaran. Meskipun dicap sebagai feature phone, ponsel-ponsel ini telah dilengkapi dengan prosesor tak kurang dari 1 GHz, layar sentuh capacitive, preinstalled media sosial, browser khusus dan akses ke Nokia Store dan store lainnya, yang tentunya bakal berevolusi disesuaikan dengan kebutuhan pengguna.
Jadi, daripada menghabiskan upaya untuk menyeret pengguna feature phone beralih ke smartphone, lebih baik menciptakan revenue berbasis commerce, advertising sesuai profil pengguna, beragam game, serta multimedia yang sesuai dengan seluruh segmen dan platform ponsel pengguna di Indonesia.
Evolusi yang terjadi bukanlah pada perangkat semata, namun juga pada aplikasi pendukung yang ada di dalamnya.